Sulthan Muhammad Fadhil, siswa Tahfidz Class XII-4 Smamita dalam khutbah Jumat dengan tema “Pentingnya Keikhlasan dan Nilai-Nilai BerMuhammadiyah dalam Kehidupan Modern.” Foto: Nashiiruddin
Khutbah Jumat di Masjid Manarul Ilmi SMA Muhammadiyah 1 Taman (Smamita) kembali menghadirkan suasana penuh hikmah. Pada kesempatan kali ini, Sulthan Muhammad Fadhil, siswa Tahfidz Class XII-4 Smamita, mendapat amanah untuk menyampaikan khutbah dengan tema “Pentingnya Keikhlasan dan Nilai-Nilai BerMuhammadiyah dalam Kehidupan Modern.” Khutbah tersebut disampaikan pada Jumat (14/11/2025).
Dalam khutbahnya, Sulthan menekankan bahwa generasi muda sering terjebak dalam pola pikir pragmatis melakukan sesuatu hanya demi kepentingan sesaat, keuntungan cepat, atau pengakuan lingkungan. Sikap pragmatis yang tidak terarah, ujarnya, dapat menjauhkan seseorang dari nilai moral serta tujuan hidup jangka panjang.
Ia juga mengajak jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt dengan sepenuh hati, karena ketakwaan bukan sekadar ucapan, tetapi kompas yang menuntun setiap langkah kehidupan.
“Kita hidup pada zaman yang serba canggih, cepat, dan modern. Zaman ketika ukuran keberhasilan direduksi menjadi angka, materi, tampilan, dan pujian manusia. Banyak orang hanya bertanya: ‘Apa untungnya bagiku? Apa kelebihannya untuk diriku?’” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa inilah wajah pragmatisme yang kering dari nilai dan dapat merusak iman bila tidak dibimbing oleh ketakwaan. Ia kemudian membacakan firman Allah dalam surah Al-A‘la ayat 16–17:
بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۖ وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ
“Kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal.”
Menurutnya, ayat tersebut adalah kritik Allah terhadap manusia yang terlalu pragmatis. Ia juga mengutip peringatan Rasulullah saw tentang bahaya amal yang dilakukan demi pujian.
“Siapa yang beramal agar didengar manusia, Allah akan mempermalukannya,” ujarnya.
Keikhlasan sebagai Fondasi Amal
Sulthan menjelaskan bahwa sikap pragmatis boleh saja selama diarahkan oleh iman, bukan oleh hawa nafsu. Menurutnya, keikhlasan adalah fondasi amal dan ruh gerakan Muhammadiyah. Ia mengutip pesan KH Ahmad Dahlan yang masyhur:
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”
Pesan ini, lanjutnya, bukan sekadar nasihat organisasi, tetapi pelajaran mendalam tentang keikhlasan dalam beramal bekerja bukan demi pamrih, jabatan, atau pujian, melainkan demi Allah.
Ia juga menyampaikan hadis Rasulullah:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
Hadis ini, menurutnya, adalah ruh keikhlasan. Allah juga menegaskan dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.”
Nilai-Nilai Muhammadiyah sebagai Kompas Moral
Menurut Sulthan, di tengah tantangan zaman modern, nilai-nilai Muhammadiyah dapat menjadi kompas moral yang menjaga umat dari kesalahan arah. Beberapa nilai yang ia tekankan antara lain:
Tauhid Murni. KH Ahmad Dahlan menekankan pentingnya menghidupkan ajaran Al-Ma‘un, bahwa tauhid harus diwujudkan dalam amal sosial. Ia membacakan firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 2:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ
“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.”
Tajdid (Pembaharuan). Sulthan mengingatkan pesan KH Ahmad Dahlan: “Jangan cepat puas. Selalu bertanya: apakah amal kita sudah seperti perintah Allah?” Tajdid berarti memperbarui diri, sekolah, amal usaha, dan akhlak.
Profesionalisme. Ia mengutip sabda Rasulullah:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ عَمَلًا أَنْ يُتْقِنَه
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, ia melakukannya dengan sungguh-sungguh dan penuh ketelitian.”
Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Menurutnya, nilai ini menjadi napas gerakan Muhammadiyah, sehingga warga persyarikatan harus tegas terhadap kemungkaran dan tidak kompromi dalam keburukan.
Keilmuan dan Kemajuan. Sulthan menegaskan bahwa Islam mendorong umatnya untuk maju melalui ilmu. Ia mengutip hadis:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap Muslim.”
Kesederhanaan dan Kemandirian. Gerakan Muhammadiyah, ujarnya, mengajarkan hidup sederhana dan tidak silau pada kemewahan dunia.
Ia mengajak jamaah untuk menjadi pribadi yang modern namun ikhlas, maju tetapi tawadhu, pragmatis namun bermoral sebagaimana nilai dakwah KH Ahmad Dahlan. Ia menegaskan prinsip: “Sedikit bicara, banyak bekerja.” Prinsip ini, katanya, selaras dengan keikhlasan, karena amal nyata lebih berharga daripada kata-kata kosong.
Menjadi Pelajar Berkarakter
Sulthan menutup khutbah dengan menegaskan bahwa keikhlasan adalah fondasi amal dan ibadah. Setiap aktivitas belajar, berorganisasi, maupun berprestasi harus dilandasi niat yang lurus demi mencari ridha Allah.
“Keikhlasan itu tidak terlihat, namun dampaknya sangat besar.”
Sebagai sekolah Muhammadiyah, ia mengajak para pelajar Smamita untuk meneladani nilai-nilai persyarikatan: berkemajuan, menebar manfaat, menjunjung akhlak mulia, serta menjadi pelajar yang tidak hanya cerdas secara akademik tetapi juga memiliki karakter kuat dan jiwa dakwah.
Kegiatan Jumat ini ditutup dengan doa bersama serta harapan agar siswa Smamita terus berkembang menjadi generasi berilmu, berakhlak, dan mampu membawa pencerahan bagi lingkungan sekitar.
Penulis Nashiiruddin